Rabu, 02 Januari 2013

fenomena pemekaran wilayah



Fenomena Pemekaran Wilayah di Indonesia
            Pemekaran wilayah adalah pemecahan suatu daerah asal atau induk menjadi beberapa daerah. Pemekaran wilayah terjadi karena keinginan mereka untuk meningkatkan taraf hidup mereka yang selama masih di daerah induk tidak ada peningkatan taraf hidup mereka. Selain itu karena ada keinginan dari mereka untuk mengoptimalkan potensi-potensi yang ada di daerah mereka demi kemakmuran bersama.
            Di indonesia,pemekaran wilayah mulai banyak terjadi di zaman sekarang ini. Seperti contoh,dulu indonesia memiliki 27 provinsi,namun sejak tahun 1999 hingga sekarang telah ada 33 provinsi di indonesia. Provinsi baru ini antara lain,provinsi bangka belitung yang merupakan hasil pemekaran dari provinsi sumatera selatan,provinsi kepulauan riau yang merupakan hasil pemekaran dari provinsi riau,provinsi banten yang merupakan hasil pemekaran dari provinsi jawa barat,provinsi sulawesi barat yang merupakan hasil pemekaran dari provinsi sulawesi selatan,provinsi maluku utara yang merupakan hasil pemekaran dari provinsi maluku,dan provinsi papua barat yang merupakan hasil pemekaran dari provinsi papua yang sebelumnya bernama irian jaya.
            Sementara itu untuk provinsi sumatera utara telah ada 15 daerah pemekaran sejak tahun 1999,yaitu kabupaten serdang bedagai yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten deli serdang,kabupaten batubara yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten asahan,kabupaten labuhan batu utara dan labuhan batu selatan yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten labuhan batu,kabupaten pakpak barat yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten dairi,kabupaten humbang hasundutan dan toba samosir yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten tapanuli utara,kabupaten smosir yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten toba samosir,kabupaten mandailing natal, padang lawas utara dan padang lawas selatan yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten tapanuli selatan,kabupaten nias selatan,nias utara,nias timur,dan kota gunung sitoli yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten nias.Jadi provinsi sumut sekarang memiliki 25 kabupaten yang sebelumnya hanya 11 kabupaten,dan 8 kotamadya yang sebelumnya hanya 7 kotamadya.
            Banyaknya pemekaran wilayah di indonesia disebabkan karena banyaknya keinginan masyarakat agar lebih sejahtera hidupnya dan lebih terjamin kehidupannya dibandingkan dengan keadaan mereka sewaktu masih berada di wilayah induk,selain itu mereka juga berkeinginan untuk mengelola potensi-potensi di wilayah mereka untuk meningkatkan kesejahteraaan mereka.
            Namun di samping tujuan mulia tersebut,ada oknum-oknum yang memanfaatkan pemekaran wilayah tersebut sebagai sarana untuk mendapatkan jabatan sebagai penguasa daerah tersebut . Sebagai contoh kita masih ingat ketika demonstrasi massa pendukung provinsi tapanuli di kantor DPRD sumut beberapa tahun yang lalu yang menewaskan ketua DPRD sumut,abdul azis angkat. Aksi demonstrasi menuntut pembentukan provinsi tapanuli sebenarnya didalangi oleh pihak-pihak yang ingin mengincar jabatan sebagai kepala daerah. Hal ini tampak dari keinginan yang semakin kuat dari mereka untuk membentuk provinsi tapanuli walaupun sebenarnya provinsi tapanuli tidak layak dijadikan provinsi. Hal itu menimbulkan kesan bahwa mereka menuntut pembentukan provinsi tapanuli karena ingin mendapatkan kekuasaan.
            Namun dari sekian banyak pemekaran wilayah di indonesia jarang sekali ada provinsi yang berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya . Provinsi bangka belitung dan kepulauan riau bisa dikategorikan sebagai daerah yang berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Karena seperti kita ketahui bangka belitung merupakan penghasil timah terbesar di indonesia dan kepulauan riau merupakan penghasil minyak bumi. Jadi dengan hasil tambang yang melimpah di daerah tersebut dan didukung pula dengan jumlah penduduk yang sedikit,maka kesejahteraan masyarakatnya akan tercapai dengan baik. Namun lain lagi nasib yang diderita oleh provinsi papua barat. Provinsi ini merupakan salah satu provinsi yang gagal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,karena tidak didukung oleh potensi yang memadai. Provinsi ini hanya mengandalkan sektor pariwisata,yaitu obyek wisata pulau raja ampat sebagai sumber pendapatan daerah,sehingga dengan kondisi tersebut kesejahteraan sulit tercapai.
            Sementara untuk wilayah sumatera utara,salah satu kabupaten yang berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dari sekian bayak pemekaran di provinsi sumatera utara adalah kabupaten serdang bedagai. Kabupaten dengan ibukota sei rampah ini memiliki potensi yang memadai. Sektor-sektor yang merupakan sumber pendapatan daerah adalah sektor pertanian,pariwisata,perikanan,dan perkebunan. Sehingga tidak heran jika kabupaten ini berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Sedangkan kabupaten samosir tidak seberuntung kabupaten serdang bedagai. Kabupaten ini kurang memiliki potensi yang memadai. Kabupaten ini hanya mengandalkan sektor pariwisata,yaitu obyek wisata danau toba sebagai sumber pendapatan daerah,sehingga kesejahteraan masyarakat di kabupaten kurang tercapai.
            Dari semakin banyaknya pemekaran di indonesia memang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,serta dapat mengurus segala potensi yang ada demi kemakmuarn bersama. Namun tidak semua wilayah tersebut berhasil mewujudkan ambisinya. Banyak daerah pemekaran yang gagal. Kegagalan ini terjadi karena kurangnya kesadaran dari kepala daerah untuk lebih maju dan bangkit dari keterpurukan  yang mereka alami di daerah induknya. Kebanyakan kepala daerah wilayah pemekaran hanya menikmati jabatan yang mereka duduki,sehingga mereka tidak fokus untuk menyelenggarakan pemerintahan. Kegagalan ini terjadi juga karena daerah tersebut tidak mendukung dan tidak mempunyai potensi untuk menghasilkan pendapatan daerah. Contohnya seperti kondisi tanah yang tidak subur,tidak adanya obyek wisata yang menarik,dan kondisi geografisnya yang tidak mendukung. Kesemuanya itu hanya merupakan contoh kecil kondisi suatau daerah yang tidak layak untuk dimekarkan karena tidak memiliki daya dukung.
            Dengan banyaknya pemekaran wilyah,justru yang menjadi imbasnya adalah pemerintah pusat,karena pemerintah pusat mengalokasikan dana lebih banyak dari sebelumnya. Karena pemerintah wajib mengalokasikan anggaran berapapun daerah tersebut ada. Sehingga dengan banyaknya pemekaran wilayah justru hal itu menimbulkan beban bagi pemerintah pusat. Yang lebih sakit lagi kalau daerah tersebut gagal dalam mencapai ambisinya atau dana tersebut malah di korupsi oleh oknum-oknum tertentu.
            Untuk kedepannya mereka yang ingin pemekaran wilayah harus berpikit ulang untuk melaksanakan pemekaran tersebut,karena perlu memperhatikan aspek-aspek tertentu. Yang pertama harus diperhatikan apakah daerah tersebut mendukung untuk dimekarkan. Yang kedua harus diperhatikan betul apakah masyarakat memang setuju agar wilayah mereka dimekarkan atau tidak. Yang ketiga harus diperhatikan pula apakah kondisi geografis wilayah tersebut mendukung untuk dimekarkan.
Dampak positif dan Negatif dari pemekaran wilayah
            Dampak positif dari pemekaran wilayah antara lain:
1.      Mengurangi tingkat kemiskinan dan membuat peningkatan taraf hidup masyarakat.
2.      Lebih efesien dalam mengelola potensi suatu daerah.
3.      Meredam konflik yang sering terjadi karena persoalan ekonomi.
4.      Memberikan kesempatan kepada putra-putra daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan dampak negatif dari pemekaran wilayah adalah:
1.      Membebani keuangan pusat.
2.      Jika daerah tersebut tidak mendukung,maka pemekaran tersebut akan gagal.
3.      Menimbulkan konflik karena apabila pemekaran tersebut tidak disetujui oleh masyarakat.

Profil provinsi hasil pemekaran
1.    Provinsi kepulauan riau
Berdiri            :24 september 2002
Ibukota          :Tanjung p pinang
 Luas wilayah :-
Posisi geografi:1-3LS dan 101-104 BT
Identitas daerah: flora:pinang merah
                          Fauna:harimau sumatera
Komoditi utama:kayu,karet,kopi,cassiavora dan teh
Bahan galian  :Minyak bumi,air raksa,uranium,emas,tembaga
Industri           :Industri logam,mesin dan kimia

2.    Provinsi bangka belitung
Berdiri            :4 desember 2000
Ibukota          :Pangkal pinang
Luas wilayah  :16.100 km2
Posisi geografi :1-4 LS dan 106-109,30’
Identitas daerah:flora:kayu meranti,membalong,mandan
                          fauna:rusa,babi,kancali dan elang
Komoditi utama:lada,kelapa sawit,kopi, dan cengkeh
Bahan galian  :Pasir,timah panas
Industri          :Perikanan,pengolahan kayu

3.    Provinsi banten
Berdiri            :17 oktober 2000
Ibukota          :Serang
Luas wilayah  :8.234 km2
Posisi geografi :1-9 LS dan 104-107 BT
Identitas daerah: flora:-
                           fauna:badak
Komoditi utama:Kelapa sawit,karet,coklat,dan kelapa hibrida
Bahan galian  :Emas
Industri         :Tekstil,kimia,dan logam

      4.Provinsi sulawesi barat
          Berdiri             :5 oktober 2006
            Ibukota            :Mamuju
            Luas wilayah   :16.796,19 km2
            Posisi geografi :0,12-3,38’ LS dan 118-120 BT
            Identitas daerah : flora:-
                                      Fauna:-
            Komoditi utama:Kelapa,kopi,kemiri,kapuk,dan cengkeh
            Bahan galian    :Biji besi,nikel,tembaga,timah hitam,gips
            Industri            :Semen

      5.Provinsi maluku utara
            Berdiri             :4 oktober 1999
            Ibukota           :Ternate
            Luas wilayah   :140.255,36 km2
            Posisi geografi :3,90’ LU-2,10’ LS dan 123-129,40’ BT
            Identitas daerah : flora:-
                                      Fauna:Burung bidadari
            Komoditi utama:Padi,jaguing,ubi,kacang-kacangan
            Bahan galian    :Mangan,batu gamping,belerang,tembaga
            Industri            :Hasil pertanian dan kehutanan,logam,mesin

      6.Provinsi papua barat
Berdiri             :4 oktober 1999
Ibukota           :Manokwari
Luas wilayah  :116.571 km2
Posisi geografi  :0,15’-5,15’ LS dan 130-138 BT
Identitas daerah: flora:-
                           Fauna:-
Komoditi utama:Jagung dan kacang hijau
Bahan galian  :Logam
Industri         :Peleburan logam dan peternakan

objektifitas dan subjektifitas sejarah



OBJEKTIFITAS DAN SUBJEKTIFITAS  
                 DALAM SEJARAH

1.                   Pengertian objektifitas dan subjektifitas dalam sejarah
Subjektifitas adalah kesaksian atau tafsiran yang merupakan gambaran hasil perasaan atau  manusia. Dalam sejarah unsur ini banyak terdapat dalam proses interpretasi.
Sejarah, dalam mengungkapkan faktanya membutuhkan interpretasi dan interpretasi melibatkan pribadi/subyek. Selain yang diinterpretasikan adalah peristiwa masa lalu yang sudah ditinggalkan. Sekalipun masih ada itu hanya ada dalam pikiran sejarawan/subyek tersebut. Sejarawan tersebut yang hidup di masa kini, tentu saja dalam melakukan interpretasi dipengaruhi oleh keadaan zamannya. Selain itu terdapat faktor lain yaitu menurut pendapat G.G.J Resink yang turut mempengaruhi subyektivitas yaitu lingkungan kultural Indonesia yang majemuk dan terbuka untuk banyak tafsiran, sinkretisme religius dan kultural, kecenderungan untuk mencari ketenangan dengan sikap jujur.
              Sementara objektifitas adalah usaha mendekatkan diri pada objek atau dengan kata lain bertanggung jawab pada kebenaran objek. Objektivitas sebagai realitas adalah ketidaktersembunyiannya realitas tersebut bagi subjektivistas. Untuk mendapatkan keobjektivannya, seorang sejarawan harus memiliki filsafat yang sehat, memiliki kejujuran intelektual, dan objektivitas akan semakin didapat dengan semakin kayanya bagasi intelektual, perlengkapan kejiawaan subjektivitas sejarawan. Objektivitas ini dapat dihasilkan dengan menggunakan metode subjektivo-objektif, dengan begitu ilmu disadarkan atau kemungkinannya dan akar konteksnya dalam perspektif rasionalitas yang lebih luas.
              Menurut sejarawan dan filsuf sejarah yang berhaluan Marxi, penulisan sejarah yang objektif tidak mungkin dan tidak perlu dicita-citakan. Hasrat akan tercapainya suatu masyarakat yang lebih baik dan adil harus merupakan nilai dan pedoman menuntun sejarawan dalam penelitiannya.
              Objektifitas dan subjektifitas pada hakikatnya adalah mempersoalkan sejauh mana suatu objek atau fakta sejarah diintervensi oleh subjek atau sejarawan. Dengan demikian kadar objektifitas dan subjektifitas suatu cerita sejarah sangt ditentukan oleh sejarawan itu sendiri. Semakin banyak keyakinan,pendapat atau ide sejarawan terlibat dalam suatu cerita sejarah,maka semakin besar pula kemungkinan tingkat subjektifitas dari suatu cerita itu. Begitu pula sebaliknya.
Namun,jika kita bertolak dari pengertian sejarah sebagai konstruk yan g diciptakan oleh sejarawan,maka dapat dikaakan bahwa semua sejarah yang ada dewasa ini sudah tentu bersifat subektif. Sebab pengungkapan atau penggambaran suatu peristiw sejarah menjadi kisah sejarah tentu harus melewati proses pengolahan dalam pikiran dan angan-angan seorang sejarawan.












2.          Faktor-faktor yang mendorong muculnya subjektifitas dalam sejarah
Menurut W.H. Walsh ada empat faktor yang menyebabkan subjektifitas dapat timbul dalam  suatu penulisan sejarah,yaitu:
1.         Sikap berat sebelah pribadi(personal bias)
2.         Prasangka kelompok(group prejudice)
3.         Teori-teori penafsiran sejarah yang berbeda(conflicting theories of historical interpretation)
4.            Konflik-konflik filsafat yang mendasar(underlying philosofical conflits)

3.          Alternatif-alternatif terhadap masalah subjektifitas
   Menurut I.G.Widja ada tiga alternatif terhadap masalah subjektifitas tersebut,yaitu:
1.           Bersifat ragu terhadap tercapainya objektifitas
2.           Mengapa pentingnya mencapai objektifitas disamping pengakuan atas subjektifitas
3.           Teori kesadaran historis yang objektif



1. Peranan Human Richnes.
Maksudnya disini adalah kekayaan intelektual dari seorang sejarawan yang harus dimiliki ketika menulis sejarah, karena keberhasilan karya sejarah banyak sekali bergantung pada seluruh disposisi intelektual sejarawan. Kenyataan yang banyak berseluk beluk dan bersimpang – siur dalam praktek sangat menuntut pandangan yang eksplisit reflektif formal dari seorang sejarawan supaya dapat ditangkap dengan tepat.

2. Titik berdiri-profil
Maksudnya disini adalah bagaimana kita menangkap sesuatu ketika suatu objek kita pandang dari sudut pandang tertentu. Misalnya punggung soeharto yang sekarang saya lihat, sesudah saya tadi melihat wajahnya tanpa melihat punggungya, adalah punggung soeharto yang sama yang tadi saya lihat wajahnya. Maka, kalau disimpulkan, saya menangkap kesatuan dan keseluruhan objek yang saya tangkap lewat suatu rangkaian yang tak putus-putusnya dari profil-profil yang bersesuaian dengan banyak titik berdiri ( standpoints ) yang tak terhingga jumlahnya.

3. Mengenali anasir sumber distorsi
               Ketika kita menulis sejarah, maka kita akan memasuki kedalaman subjektivitas, yakni kedalaman kemerdekaan ( untuk mengakui atau menolak, apakah saya merdeka betul tidak diikat oleh sesuatu sehingga bias mengatakan sesuatu sebagaimana mestinya )





5. Subyektifitas Masa kini
Sartono Kartodirdjo (1992) mengatakan bahwa present-mindedness acapkali menjadi panduan untuk menyeleksi permasalahan di masa lampau, namun kita harus berhati-hati, jangan sampai terlalu menguasai pendangan kita terhadap masa lampau dan melaksanakan pandangan masa kini sebagaii alat pengukur tentang masa lampau. Misalnya Negara Majapahit dipandang sebagai Negara nasional. Walaupaun Croce, mengatakan bahwa “ setiap sejarah yang benar adalah sejarah masa kini”, namun bukan seperti itulah yang di maksud.
Dengan demikian ada dua hal yang perlu di perhatikan oleh seorang sejarawan untuk menghindari anakronisme sejarah maupun penulisan sejarah yang parsial yaitu: pertama, Memahami jiwa zaman dengan pemahaman yang komprehensif sehingga tidak menilai sebuah peristiwa hanya sebagai jelek atau buruk, memandangnya sebagai pahlawan atau penjajah, namun kondisi ocial yang kompleks sangat menentukan kejernihan sejarahnya. Kedua, Memahami masa lampau dengan tidak memasukkan nilai masa kini, misalnya perlawanan Arung Palaka terhadap kerajaan Bone yang di pimpin Sultan Hasanuddin sebagai pemberontak, padahal saat itu Indonesia belum ada. Atau seperti dikatakan Bambang Purwanto (2005) banyak juga bandit yang dianggap sebagai pahlawan karena kebetulan melawan belanda, padahal tujuannya hanya untuk kepentingan pribadi untuk mendapatkan harta, dan bukan itu saja sesame orang pribumi juga mereka melakukan pembanditan, inilah yang dikatakan sebagai kesalahan anakronisme.
Dari paparan di atas maka dapat di katakan bahwa dalam sejarah sampai kapanpun hasil rekonstruksinya akan tetap subjektif, dalam artian terlepas dari peristiwa aktualnya, namun fakta yang di tunjukkan akan berupa cermin dari masa lampau tersebut, yang sudah barang tentu dengan menggunakan pendekatan dan pemahaman kesejarahan yang baik. Untuk saat ini Bamabang Purwanto menawarkan adanya dekonstruksi dalam penulisan sejarah atau ocialt sejarah yang memandang manusia dalam sejarah adalah manusia yang sama seperti kita saat ini. Bukan karena pahlawan lalu tidak pernah berbuat salah, atau pemberontakan perorangan pada jaman kerajaan semasa Belanda dikatakan Perlawanan nasional dan lain sebagainya. Selain itu untuk menjadikan sejarah sebagai Sebuah ilmu yang subjektivitas masa lampaunya hanya terbatas pada penamaan karena merekonstruksi masa lampaunya, yang bukan subjektivitas berdasarkan ketidak akuratan datanya maka dalam hal ini dalam ilmu sejarah di kenal adanya rapprochement dalam penulisan sejarah dengan ilmu social lain sehingga sejarah akan memiliki konsep, generalisasi, maupun teori seperti halnya ilmu social yang lain.
Jelasnya adalah bahwa dalam praktek, dan juga sebagai kesimpulan, pengertian subyektif dan obyektif dapat disamakan dengan terpengaruh atau tidaknya sejarawan oleh nilai-nilai tertentu dari obyek yang di telitinya. Bila seorang sejarawan membiarkan keyakinan politik, atau etisnya turut berperan sehingga nilai-nilai politik serta etisnya tidak larut dalam eksplanasi karyanya, maka pelukisan sejarahnya itu disebut subyektif. Dimana golongan obyektivitas menganut pandangan realis mengenai sejarah dan menganggap peninggalan masa lampau sebagai sumber sejarah. Sedangkan golongan subyektif menganut pandangan idealis mengenai sejarah dan menganggap peninggalan masa lampau sebagai evidensi sejarah (barang bukti).
Dengan adanya dua sudut pandang ini, tidak jauh berbeda dengan pandangan sejarawan yang anti teori dan yang menerima teori antara kubu idealis dan realis, maka penulisan sejarah pun semakin berkembang dan berveriasi. Jika pada abad ke-19 dan sebelumnya jenis sejarah politik” seakan satu-satunya karya sejarah yang abash, maka sejak awal abad ke-20 berbagai tema sejarah sebagai alternatif dalam mengungkapkan masa lampau manusia seperti sejarah sosial, sejarah petani, sejarah ekonomi, sejarah mentalitas, dan lain sebagainya. Dengan demikian hal ini sesuai dengan apa yang di katakana oleh James Harvey Robinson bahwa Sejarah adalah apa yang kita tahu mengenai apa yang manusia pernah lakukan/ kerjakan, apa yang manusia pernah pikirkan” dan apa yang manusia pernah rasakan pengertian ini mengindikasikan kompleksitas pada kegiatan manusia dalam sejarahnya, sehingga pengkajiannya juga membutuhkan kompleksitas pendekatan seprti yang di jelaskan di atas.

6.     Prinsip Prinsip Objektivitas
               Dalam ilmu-ilmu sosial, masalah obyektivitas dari informasi yang dikumpulkan dalam penelitian merupakan suatu isu yang utama dalam metode ilmiahnya. Sebab, berbeda dengan dalam sains, informasi yang dikumpulkan itu berasal dari dan mengenai kegiatan- kegiatan manusia sebagai mahluk sosial dan budaya, sehingga dapat melibatkan hubungan perasaan dan emosional diantara peneliti dengan pelaku yang diteliti.
               Untuk menjaga obyektivitas tersebut, dalam ilmu-ilmu sosial terdapat prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.            Ilmuwan harus mendekati segala sesuatu yang menjadi sasaran kajiannya dengan penuh keraguan dan skeptik;
2.            Ilmuwan harus obyektif dalam menilai segala sesuatu, yaitu harus membebaskan                                  dirinya dari sikap-sikap pribadinya, keinginan-keinginannya, dan kecenderungan-                                     kecende-rungannya untuk menolak atau menyukai data yang telah dikumpulkannya;
3.            Ilmuwan harus secara etika bersikap netral atau terbebas dari membuat penilaian-                                penilaian menurut nilai-nilai budayanya mengenai hasil-hasil penemuannya, dan dalam  hal ini dia hanya dapat memberikan penilaian mengenai data yang diperolehnya itu apakah sebagai data yang benar atau data yang palsu; dan begitu pula dalam kesimpulan- kesimpulannya dia tidak boleh menganggap bahwa datanya tersebut adalah data  akhir, mutlak, atau kebenaran universal. Karena kesimpulan-kesimpulannya hanya                       berlaku secara relatif sesuai dengan waktu dan tempat dimana penelitian itu dilakukan.
            Untuk menjaga nilai obyektif dari data yang dikumpulkan maka dalam setiap kegiatan penelitian harus berpedoman pada metode ilmiah yang ketentuan-ketentuannya mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.            Prosedur pengkajian/penelitian harus terbuka untuk umum dan dapat diperiksa oleh peneliti lainnya;
2.         Definisi-definisi yang dibuat dan digunakan adalah tepat dan berdasarkan atas konsep-konsep dan teori-teori yang sudah ada;
3.         Pengumpulan data dilakukan secara obyektif;
4.            Penemuan-penemuannya akan ditemukan ulang oleh peneliti lain; yaitu untuk sasaran atau masalah penelitian yang sama dan dengan menggunakan pendekatan dan prosedur penelitian yang sama;
5.            Di luar bidang sains, tujuan kegiatan pengkajian/penelitian adalah untuk pembuatan teori-teori penjelasan, interpretasi, dan prediksi-prediksi (khususnya dalam ilmu ekonomi) mengenai gejala- gejala yang dikaji.





7. Contoh masalah subjektifitas sejarah
Negara jepang pernah mengalami kesulitan dalam merumuskan sejarahnya. Jepang pernah mendapat protes dari korea karena jepang menghilangkan cerita tentang kekejaman mereka pada saat menjajah korea. Bahkan korea sendiri pernah memutuskan hubungan diplomatik dengan jepang karena kasus tersebut.
Masalah tersebut memang nampak sepele,namun dampaknya sangat besar. Setiap sejarawan pasti mengalami hal tersebut. Jadi setiap sejarawan pasti sangat sulit menghindari masalah tersebut. Oleh karena itu dalam penulisan sejarah setidaknya harus meminimalkan unsur subjektif dalam sejarah tersebut.